MetroXpose, Sulawesi Tenggara - Kasus dugaan korupsi proyek penataan area parkir kantor Gubernur Sultra tahun anggaran 2019 yang dikerjakan oleh CV. Barakati Group mandek setelah dilaporkan tahun lalu. Perkara tersebut dilaporkan oleh DPD Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Sulawesi Tenggara yang resah melihat pola pembangunan Pemprov Sultra yang sarat permainan.
Baca Juga | Bank Syariah Indonesia Universal dan Inklusif, Non Muslim Bisa Jadi Nasabah
"Setelah kami menelaah hasil audit BPK atas LKPD Pemprov Sultra, kami menemukan adanya dugaan korupsi berjamaah dari proyek tersebut. Atas dasar tersebut kami masukan laporan aduan di Kejati Sultra tertanggal 25 september 2020, namun hingga kini belum ada progres penyelidikan yang berarti." kata Aksaruddin, Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPD GPM Sultra (31/01/2021).
Diketahui pekerjaan tersebut telah dinyatakan selesai 100% melalui Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO) Nomor 602/7436 tanggal 31 Desember 2019. Pembayaran tersebut dilakukan secara bertahap melalui SP2D yang pertama 9350/B.UM10903/B.UMUM/SP2D-LS/XII/2019 tanggal 16/12/2019 Rp589,6 juta Uang Muka 30% dan 10903/B.UMUM/SP2D-LS/XII/2019 tanggal 30/12/2019 nilai Rp1,28 miliar Pembayaran 95%.
"Ini kan aneh, kok bisa dibayarkan hingga 95% padahal volume pekerjaan yang dilakukan sangat kurang. Ada apa dengan PPK & PPTK Proyek ini?. Modus seperti ini sangat merugikan negara sebab infrastruktur yang dibangun dengan uang rakyat secara kualitas menjadi berkurang karena ulah oknum-oknum seperti ini" lirihnya keheranan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan perhitungan BPK Sultra bersama dengan PPK yang diwakili oleh PPTK, Inspektorat, kontraktor pelaksana, dan konsultan pengawas atas pekerjaan tersebut, diketahui bahwa terdapat kekurangan volume pada pekerjaan galian tanah, dimana Galian Biasa volume kontrak 24.700 m3 namun hasil pemeriksaan fisik lapangan hanya 8.632,19 m3.
"selisih volume yang tidak dikerjakan sesuai kontrak kerja sebesar 16.067,82 m3 dimana harga satuan Rp68.800,00/m3 sehingga total kerugian akibat kekurangan volume tersebut Rp1,10 miliar" cetusnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sultra Herman Darmawan, SH., MH yang ditemui di ruang kerjanya (01/02/2021) menuturkan, pihaknya sudah melakukan lidik atas perkara tersebut.
"Setelah ditindaklanjuti terhadap laporan tersebut, pertama bahwa kaitan kasus ini pernah ditangani Polda Sultra. Itu kan ada MoU (nota kesepahaman) antara Kejaksaan (Kejati Sultra) & Polda Sultra, mana yang lebih duluan menangani perkara maka institusi tersebut yang dipersilahkan melakukan lidik" jelasnya.
Selain itu, ia pun menuturkan telah ada pengembalian kerugian negara oleh CV. Barakati Group melalui TP/TGR melalui penyelidikan yang sempat dilakukan oleh pihaknya. Namun Kasi Penkum Kejati Sultra ini enggan memberikan tanggapan terkait rujukan UU Tipikor tentang tidak dihilangkannya unsur pidana korupsi sekalipun telah dilakukan pengembalian kerugian negara.
"Kalau masalah itu saya tidak bisa berkomentar" jawabnya sambil tersenyum.
Perlu diketahui, UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 yang dijelaskan pada pasal 4 berbunyi "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3".
Menanggapi informasi pengembalian kerugian negara melalui TP/TGR atas laporan aduannya, DPD GPM Sultra menegaskan APH harus melaksanakan perintah UU Tipikor tersebut.
"Tegakan UU Tipikor pasal 4 tersebut sebab jika tidak, maka ini akan menjadi kelemahan pemberantasan korupsi di Bumi Anoa. Gimana tidak? Kok setiap yang ketahuan korupsi cukup kembalikan uang rakyat ke kas negara maka tidak perlu diproses. Saya ingatkan bahwa corruption is a human crime" imbuhnya Aksaruddin dengan tegas. (ARR/MX))
"Setelah kami menelaah hasil audit BPK atas LKPD Pemprov Sultra, kami menemukan adanya dugaan korupsi berjamaah dari proyek tersebut. Atas dasar tersebut kami masukan laporan aduan di Kejati Sultra tertanggal 25 september 2020, namun hingga kini belum ada progres penyelidikan yang berarti." kata Aksaruddin, Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPD GPM Sultra (31/01/2021).
Diketahui pekerjaan tersebut telah dinyatakan selesai 100% melalui Berita Acara Serah Terima Pertama (PHO) Nomor 602/7436 tanggal 31 Desember 2019. Pembayaran tersebut dilakukan secara bertahap melalui SP2D yang pertama 9350/B.UM10903/B.UMUM/SP2D-LS/XII/2019 tanggal 16/12/2019 Rp589,6 juta Uang Muka 30% dan 10903/B.UMUM/SP2D-LS/XII/2019 tanggal 30/12/2019 nilai Rp1,28 miliar Pembayaran 95%.
"Ini kan aneh, kok bisa dibayarkan hingga 95% padahal volume pekerjaan yang dilakukan sangat kurang. Ada apa dengan PPK & PPTK Proyek ini?. Modus seperti ini sangat merugikan negara sebab infrastruktur yang dibangun dengan uang rakyat secara kualitas menjadi berkurang karena ulah oknum-oknum seperti ini" lirihnya keheranan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan perhitungan BPK Sultra bersama dengan PPK yang diwakili oleh PPTK, Inspektorat, kontraktor pelaksana, dan konsultan pengawas atas pekerjaan tersebut, diketahui bahwa terdapat kekurangan volume pada pekerjaan galian tanah, dimana Galian Biasa volume kontrak 24.700 m3 namun hasil pemeriksaan fisik lapangan hanya 8.632,19 m3.
"selisih volume yang tidak dikerjakan sesuai kontrak kerja sebesar 16.067,82 m3 dimana harga satuan Rp68.800,00/m3 sehingga total kerugian akibat kekurangan volume tersebut Rp1,10 miliar" cetusnya.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sultra Herman Darmawan, SH., MH yang ditemui di ruang kerjanya (01/02/2021) menuturkan, pihaknya sudah melakukan lidik atas perkara tersebut.
"Setelah ditindaklanjuti terhadap laporan tersebut, pertama bahwa kaitan kasus ini pernah ditangani Polda Sultra. Itu kan ada MoU (nota kesepahaman) antara Kejaksaan (Kejati Sultra) & Polda Sultra, mana yang lebih duluan menangani perkara maka institusi tersebut yang dipersilahkan melakukan lidik" jelasnya.
Selain itu, ia pun menuturkan telah ada pengembalian kerugian negara oleh CV. Barakati Group melalui TP/TGR melalui penyelidikan yang sempat dilakukan oleh pihaknya. Namun Kasi Penkum Kejati Sultra ini enggan memberikan tanggapan terkait rujukan UU Tipikor tentang tidak dihilangkannya unsur pidana korupsi sekalipun telah dilakukan pengembalian kerugian negara.
"Kalau masalah itu saya tidak bisa berkomentar" jawabnya sambil tersenyum.
Perlu diketahui, UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 yang dijelaskan pada pasal 4 berbunyi "Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3".
Menanggapi informasi pengembalian kerugian negara melalui TP/TGR atas laporan aduannya, DPD GPM Sultra menegaskan APH harus melaksanakan perintah UU Tipikor tersebut.
"Tegakan UU Tipikor pasal 4 tersebut sebab jika tidak, maka ini akan menjadi kelemahan pemberantasan korupsi di Bumi Anoa. Gimana tidak? Kok setiap yang ketahuan korupsi cukup kembalikan uang rakyat ke kas negara maka tidak perlu diproses. Saya ingatkan bahwa corruption is a human crime" imbuhnya Aksaruddin dengan tegas. (ARR/MX))