Sidang Lanjutan ! Sigapiton Menggugat BPODT - Tanah Leluhur Yang di Sengketakan - Metroxpose News and Campaign

Headline

WARTAWAN METROXPOSE.COM DALAM PELIPUTAN TIDAK DIBENARKAN MENERIMA IMBALAN DAN SELALU DILENGKAPI DENGAN KARTU IDENTITAS SERTA SURAT TUGAS DAN TERTERA DI BOX REDAKSI # ANDA MEMPUNYAI BERITA LIPUTAN TERUPDATE DAN REALTIME DAPAT ANDA KIRIMKAN LEWAT WHATSAPP # ANDA TERTARIK JADI JURNALIS? KIRIMKAN LAMARAN ANDA KE # REDAKSI +6288261546681 (WA) email : metroxposeofficial@gmail.com # METROXPOSE.COM - News and Campaign 7 Tahun Menemani Ruang Baca Anda
Made with PhotoEditor.com

Thursday, November 7, 2019

Sidang Lanjutan ! Sigapiton Menggugat BPODT - Tanah Leluhur Yang di Sengketakan



MetroXpose.com, Medan - Masih belum hilang dalam ingatan warga Sigapiton yang membela hak tanah leluhur mereka sampai menanggalkan busana yang sempat viral di media sosial belum lama ini, kini sudah memasuki tahap persidangan. Sidang gugatan yang dilakukan warga atas dua bidang lahan berstatus sertifikat Hak Pengelolaan Milik Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) kembali digelar di PTUN Medan, Kamis (24/10/2019).


Sidang yang digelar mendengarkan eksepsi atau jawaban dari tergugat dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Toba Samosir atas gugatan dari penggugat yakni Mangatas Togi Butarbutar, Bevin Butarbutar dan Mangadar Butarbutar bertindak mewakili keturunan generasi keenam dari Ompu Ondol Butarbutar selaku pemilik hak ulayat atas lahan yang digugat.


Gugatan yang dilakukan oleh Mangatas Togi, dkk melalui kuasa hukumnya yakni atas Sertipikat Hak Pengelolaan nomor 1 tertanggal 20 Desember 2018 berdasarkan surat ukur nomor 23/Toba Samosir/2018 dengan luas lahan 1.050.836 meter persegi dan sertipikat nomor 2 tanggal 20 Desember 2018 surat ukur no 24/Toba Samosir/2018 tanggal 13 November 2018 dengan luAS 1.739.092 meter persegi. Pada sidang sebelumnya, BPN Tobasa dalam eksepsinya meminta agar PTUN Medan menolak gugatan dari penggugat dengan alasan gugatan sudah kadaluarsa. Selain itu tergugat menyatakan sengketa yang diajukan penggugat menyangkut hak keperdataan yang menjadi kewenangan peradilan umum. BPN menilai gugatan tersebut kadaluarsa karena sebelum sertifikat tersebut diterbitkan, didasarkan pada surat keputusan - 


Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor 70 tahun 2018 tentang pemberian hak pengelolaan atas nama BPODT pada 3 Desember 2018. Untuk mendapatkan hak itu BPODT selaku penerima hak pengelolaan sudah mendaftarkan surat keputusan dimaksud dengan membayar tarif sesuai dengan aturan yang berlaku selambat-lambatnya 3 bulan sejak keputusan. “Artinya penggugat sudah mengetahui keberadaan sertifikat a quo,” tulis tergugat dalam eksepsinya. Jawaban pihak BPN Tobasa selaku Tergugat tersebut langsung dibantah oleh Penggugat.

Memang perkembangan dan kemajuan di daerah sedang diprioritaskan oleh pemerintah pusat, tak kala menyinggung infrastruktur harus ada yang dikorbankan dalam pembangunannya. Menakar status tanah yang tersedia didaerah umumnya adalah tanah adat dan leluhur, haruskah yang dikorbankan untuk pembangunan tanah Leluhur?, Ironis jika kita menjawab demi kemajuan daerah kita harus mengalah, Tetapi disisi lain Keturunan para leluhur di tanah yang di perebutkan adalah menjadi masalah hukum yang mendasar, karena status tanah harus dipertegas dengan keputusan yang nantinya mengikat dan harus di laksanakan demi tegaknya Keadilan di Masyarakat.

Koordinator kuasa hukum penggugat Immanuel Hokkop Tua Pardede bersama Husein Hutagalung mengatakan jawaban tergugat yang menyatakan objek sengketa terbit berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasioanl No: 70/HPL/KEM-ATR/BPN/2018 tentang pemberian hak pengelolaan atas nama Badan Pelaksana Otorita Danau Toba atas tanah seluas 2.789.928 meter persegi terletak di Desa Sibisa, Kecamatan Ajibata Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara tanggal 3 Desember 2018 adalah merupakan jawaban yang keliru.


“Surat keputusan No 70/HPL/KEM-ATR/BPN/2018 yang mereka maksud hanya merupakan proses administrasi internal tergugat dalam menerbitkan objek sengketa. Itu hanya salah satu syarat untuk keperluan pendaftaran hak pengelolaan sebagimana disebut dalam PP No 24 tahun 1997. Sementara lahan tersebut berstatus sejak lama telah dikuasai keturunan Ompu Ondol Butarbutar secara turun temurun. Jadi jawaban tergugat tidak beralasan hukum,” jelas Hokkop Tua.


Selanjutnya dijelaskan bahwa Tergugat tidak dapat mengungkapkan bukti kepemilikan alas hak sebagai dasar tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Dalil tersebut bertentangan dengan fakta hukum bahwa para Penggugat merupakan pemilik hak tanah ulayat seluas 120 hektar yang terletak di Dusun Sileang-leang, Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata. Bahwa secara konstitusional hak ulayat para penggugat dilindungi oleh 
konstitusi yang telah dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yakni, putusan MK nomor 34/PUU-IX/2011 yang memberi batasan yuridis terhadap penguasaan hutan oleh negara harus memperhatikan dan menghormati hak-hak atas tanah masyarakat. Kedua, Putusan MK No.35/PUU-X/2012 bahwa Hutan Adat bukan merupakan Hutan Negara. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka tergugat tidak berwenang dalam menetapkan status hak pengelolaan tanah hak ulayat para Penggugat. Selain itu, sebelumnya Tergugat telah mengetahui dan bahkan mengirimkan surat kepada BPODT perihal Tindak lanjut Penyelesaian pengukuran dan pemetaan bidang tanah nomor berkas permohonan 11063/2018 di lahan Otorita tertanggal 14 September 2018 yang pada intinya meminta BPODT untuk melakukan mediasi terhadap sanggahan atau keberatan para Penggugat secara tuntas. Namun, bukanny menunggu penyelesaian masalah tersebut, tergugat secara tiba-tiba menerbitkan objek sengketa sehingga tidak memenuhi syarat prosedur. Tergugat tidak memiliki konsistensi yang menyebabkan dalil tergugat tidak memiliki alasan hukum. “Pusara leluhur dan perkampungan yang ada di sana itu menjadi buktinya. Lantas atas dasar apa diserahkan Hak Pengelololaan

diserahkan kepada BPODT tanpa memperhatiakn masyarakat delaku pemilik hak ulayat,” ujar Pardede didampingi anggota kuasa hukum lainnya Husein Hutagalung dan keturunan Ompu Ondol Butarbutar yakni Mangatas Togi Butarbutar dan Bevin Butarbutar.


Karena itu kata Pardede, pihaknya meminta majelis hakim yang menangani perkara ini agar menolak seluruh jawaban tergugat. Karena selain berdasarkan bukti fisik, mereka juga menilai penyerahan lahan tersebut kepada BPODT tidak dilkukan sesuai mekanismen yang berlaku. “Artinya banyak hal yang belum dipenuhi oleh negara kepada pemilik hakulayat sebelum ada penyerahan lahan tersebut kepada pihak lain, sehingga keputusan tersebut wajib dinyatakan tidak sah atau batal demi hukum,” tandasnya.

Reporter : Pray Siagian 
Editor     : Lamtoro