Melawan Lupa! Intimesi Guru Patimpus Dengan Kota Medan - Metroxpose News and Campaign

Headline

WARTAWAN METROXPOSE.COM DALAM PELIPUTAN TIDAK DIBENARKAN MENERIMA IMBALAN DAN SELALU DILENGKAPI DENGAN KARTU IDENTITAS SERTA SURAT TUGAS DAN TERTERA DI BOX REDAKSI # ANDA MEMPUNYAI BERITA LIPUTAN TERUPDATE DAN REALTIME DAPAT ANDA KIRIMKAN LEWAT WHATSAPP # ANDA TERTARIK JADI JURNALIS? KIRIMKAN LAMARAN ANDA KE # REDAKSI +6288261546681 (WA) email : metroxposeofficial@gmail.com # METROXPOSE.COM - News and Campaign 7 Tahun Menemani Ruang Baca Anda
Made with PhotoEditor.com

Wednesday, June 8, 2022

Melawan Lupa! Intimesi Guru Patimpus Dengan Kota Medan


Metroxpose.com Karo - Tidak terasa, sebentar lagi kita akan memasuki bulan Juli dan di setiap tanggal 1 Juli, Kota Medan memperingati hari lahirnya yang pernah dijuluki sebagai Parij van Sumatera karena.

Ungkapan 'Paris van Sumatera' ini dipopulerkan orang-orang Belanda penguasa perkebunan tembakau Deli sejak akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20

Di tangan mereka, Kota Medan yang semula rawa-rawa, disulap menjadi kota berperadaban dengan gedung-gedung bergaya Eropa. Dahulu Kota Medan merupakan sebuah kampung kecil yang berpenduduk 200 jiwa pada 1823.

Kini Kota Medan telah menjelma menjadi kota yang baru dan modern sejak dirintis dari tahun 1869 oleh Bangsa Belanda.

Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson dari Inggris pada tahun 1823.

Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah Hindia Belanda memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat pemerintahan Karesidenan Sumatra Timur.

Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran

Sejarah Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus Sembiring Pelawi di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura.

Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada 1 Juli 1590, Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, sebuah kerajaan Melayu.

Namun, kenyataannya sering sekali tokoh dari pendiri kota Medan yakni Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi sebagai pendiri Kota Medan, masih sering dilupakan dalam setiap peringatan hari jadi kota yang berdiri sejak 1 Juli 1590.

Dalam Riwayat Hamparan Perak yang dokumen aslinya ditulis dalam huruf aksara Karo pada rangkaian bilah bambu, tercatat Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi sebagai orang yang pertama kali membuka "desa" yang diberi nama Medan.

Namun, naskah asli Riwayat Hamparan Perak yang tersimpan di rumah Datuk Hamparan Perak terakhir telah hangus terbakar ketika terjadi "kerusuhan sosial", tepatnya tanggal 4 Maret 1946.

Riwayat hidup Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi dapat kami rekontruksi berdasarkan Risalah Riwayat Hamparan Perak, hasil riset dan penelitian Panitia hari jadi kota Medan yang dipimpin Prof Mahadi dan bersama tim lainnya yang pada tanggal 12 Agustus 1972, buku sejarah Hari Jadinya Kota Medan 1 Juli 1590 karya Dada Meuraxa, 1 Mei 1975, serta data yang melalui sejumlah wawancara dan berbagai sumber sejarah yang kami himpun dan kami kumpulkan sehingga dapat kami rekontruksi sebagai berikut ;

Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi lahir sekitar tahun 1540 di Desa Aji Jahe, Tanah Karo, yang didirikan oleh Jalipa sekitar tahun 1565. Beliau di kenal dan senang menggembara untuk menjalankan misi kemanusiaan yaitu mengobati orang sakit dari satu daerah ke daerah lain.

Guru Pa Timpus menikah pertama kalinya dengan gadis anak Raja Ketusing dan dikaruniai anak laki-laki bernama Sibenara, selanjutnya lahir si Keluhu, Batu, si Salahan, Paropa, Liang Taneh dan anaknya yang ke tujuh merupakan anak perempuan yang dikawinkan dengan Raja Tengging bermarga Ginting Munthe.

Guru Pa Timpus menikah untuk ke dua kalinya di Aji Jahe dan memiliki dua anak laki-laki, yakni si Jenda menjadi Raja di Aji Jahe dan si Gelit.

Setelah menyelesaikan perkara di Batukarang ia menikah ke tiga kalinya dengan gadis beru Bangun dari Desa Batukarang dan dikarunai seorang anak laki-laki, yang dinamai si Aji.

Pada sekitar tahun 1585, Guru Pa Timpus tiba di Kota Bangun dan adu kesaktian dengan Datuk Kota Bangun. Guru Pa Timpus kalah adu kesaktian dan pulang kembali ke dataran tinggi Karo untuk permisi dengan keluarga dengan acara persirangen karena masuk Jawi atau menjadi pemeluk agama Islam.

Sebelum memeluk agama Islam, Guru Pa Timpus adalah penganut kepercayaan leluhur atau kepercayaan tradisional Karo yang dinamakan kepercayaan Pemena.

Pada tahun 1589, di usia 49 tahun, ia menikah untuk ke empat kalinya dengan seorang gadis Beru Tarigan yang merupakan anak atau putri Raja atau Datuq Pulu Berayan dan dikaruniai dua anak laki-laki, si Kolok dan si Kecik.

Setelah pernikahan itu, Guru Pa Timpus dan istrinya membuka kawasan hutan antara Sungai Deli dan Sungai Babura yang kemudian menjadi Kampung Medan Negeri Urung Sepulu Dua Kuta.

Tanggal kejadian tersebut sesuai dengan almanak Karo Wari si telupuluh jatuh pada Nggara 10 Paka 5 Paka Bulung Bulung La Terpan Wari Janggut Janggut Kalak Kati dan Barang Berharga Raja Raja yang menurut perhitungan tahun Masehi jatuh pada tanggal 1 Juli 1590, yang hingga kini diperingati sebagai hari jadi Kota Medan.

Pada setiap tempat, Guru Patimpus mendirikan pemukiman yang kemudian menjadi desa, Guru Pa Timpus dikenal sebagai pendiri Desa Benara, Kuluhu, Batu, Salahan, Parira, Liang Taneh, Perbaji, Durin Kerajaan dan Medan sebagai kuta si sepulu dua kuta (kampung ke-12) dan yang kini kita kenal sebagai Urung Sepuluh Dua Kuta.

Sehingga, dengan fakta ini, Guru Patimpus Sembiring Pelawi disebut sebagai pendiri Kota Medan. Konon, nama Medan diambil dari kata Madan, yang dalam bahasa Karo artinya “Sembuh”, hal ini sesuai dengan profesi Pa Timpus sebagai Guru atau Tabib.

Medan sendiri berasal dari kata "Madaan" yang artinya dalam bahasa Karo adalah sehat ketika orang-orang menemuinya untuk berobat karena profesi beliau sebagai tabib atau guru dan dukun besar pada jamannya yang ahli dalam pengobatan dan ahli dalam Niktik Wari dan Mbaba Langkah atau ahli dalam membaca nasib seseorang dengan perhitungan hari kelahiran berdasarkan kalender Karo Wari si Telupuluh.

Ironisnya ada pula pihak tertentu yang mencoba mendesak Pemko Medan untuk menggelar dialog publik dan berbagai cara untuk mengubah sejarah kota Medan dengan menjelaskan bahwa tidak ada peristiwa apapun yang terjadi pada 1 Juli 1590.

Ada pihak pihak dan kelompok yang saat ini mengklaim memiliki dokumen terkait hari jadi Kota Medan. Pemerintah Belanda lah yang menetapkan Medan sebagai kota pada 1 April 1909 kata mereka. Namun sejarah Belanda itu di rubah pada tahun 1975 oleh Panitia hari jadi Kota Medan dan tanggal tersebut dihapus dan diganti menjadi 1 Juli 1590 kota Medan di dirikan oleh Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi.

Pihak pihak yang ingin mengubah sejarah kelahiran kota Medan ini sangat menginginkan untuk menghilangkan Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi sebagai pendiri kota Medan dan lebih memilih opsi Medan adalah kota warisan kolonial yang di dirikan oleh Belanda pada tanggal 1 April 1909.

Perlu di ketahui bahwa peringatan hari jadi Kota Medan telah di peringati tiap tahun sejak tahun 1970 yang pada mulanya ditetapkan pada tanggal 1 April 1909.
Tanggal ini kemudian mendapat bantahan yang cukup keras dari kalangan pers dan beberapa ahli sejarah.

Karena itu, Wali kota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan penelitian dan penyelidikan.

Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No. 342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani membentuk Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan.

Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam Darus, SH dan T.Luckman, SH.

Untuk lebih mengintensifkan kegiatan kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Wali kotamadya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa, Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs. Payung Bangun, MA dan R. Muslim Akbar.

DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga merekapun membentuk Pansus dengan ketua M.A. Harahap, beranggotakan antara lain Drs. M.Hasan Ginting, Djanius Djamin, Badar Kamil, BA dan Mas Sutarjo.

Perlu juga menjadi catatan kita dalam buku The History of Medan tulisan Tengku Luckman Sinar (1991), dituliskan bahwa menurut "Hikayat Aceh" yang mengatakan, Medan sebagai pelabuhan telah ada pada tahun 1590, dan sempat dihancurkan selama serangan Sultan Aceh Alauddin Saidi Mukammil kepada Raja Haru yang berkuasa di situ.

Serangan serupa dilakukan Sultan Iskandar Muda tahun 1613, terhadap Kesultanan Deli.

Dalam Riwayat Hamparan Perak yang dokumen aslinya ditulis dalam huruf Karo pada rangkaian bilah bambu, tercatat Guru Patimpus Sembiring Pelawi, tokoh masyarakat Karo, sebagai orang yang pertama kali membuka "desa" yang diberi nama Medan.

Namun, naskah asli Riwayat Hamparan Perak yang tersimpan di rumah Datuk Hamparan Perak terakhir telah hangus terbakar ketika terjadi "kerusuhan sosial", tepatnya tanggal 4 Maret 1946.

John Anderson, orang Eropa asal Inggris yang mengunjungi Deli pada tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan.

Kampung ini berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulu Berayan sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-sampan pengangkut lada yang menuruni sungai.

Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota, dan tahun berikutnya menjadi ibu kota Karesidenan Sumatra Timur sekaligus ibu kota Kesultanan Deli.

Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.

Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang Eropa, dua orang bumiputra Melayu, dan seorang Tionghoa.

Berdasarkan seluruh data dan fakta tersebut maka Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi pada tanggal 1 Juli tahun 1590 kemudian dipandang sebagai pembuka sebuah kampung yang bernama Medan Puteri sebagai pendiri Kota Medan.

Karenanya hari jadi ditetapkan berdasarkan perkiraan tanggal 1 Juli 1590 dan diusulkan kepada Wali kota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam bentuk perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk disahkan.

Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa usul tersebut dapat disempurnakan.

Sesuai dengan sidang DPRD, Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Medan mengeluarkan Surat Keputusan No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan kegiatannya untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna.

Berdasarkan perumusan yang dilakukan oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A.Harahap pada bulan Maret 1975 di putuskan maka bahwa tanggal 1 Juli 1590 adalah hari jadi kota Medan dan secara resmi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu sebelumnya.

Lalu kalau masih ada juga yang mempertanyakan dimana Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi sebagai pendiri kota Medan...???

Maka jawabannya adalah Guru Pa Timpus Sembiring Pelawi ada di hati kita semua sebagai pendiri kota Medan yang menjadi rumah besar kita saat ini... (Eri/MX)

Narasumber : Roy Fachraby Ginting SH,  MKn (Dosen Akademika USU)