Penerbitan Surat Edaran Kapolri Soal UU ITE, Aparat Penegak Hukum Harus Dinamis Tidak Semua Ke Sel Tahanan - Metroxpose News and Campaign

Headline

WARTAWAN METROXPOSE.COM DALAM PELIPUTAN TIDAK DIBENARKAN MENERIMA IMBALAN DAN SELALU DILENGKAPI DENGAN KARTU IDENTITAS SERTA SURAT TUGAS DAN TERTERA DI BOX REDAKSI # ANDA MEMPUNYAI BERITA LIPUTAN TERUPDATE DAN REALTIME DAPAT ANDA KIRIMKAN LEWAT WHATSAPP # ANDA TERTARIK JADI JURNALIS? KIRIMKAN LAMARAN ANDA KE # REDAKSI +6288261546681 (WA) email : metroxposeofficial@gmail.com # METROXPOSE.COM - News and Campaign 7 Tahun Menemani Ruang Baca Anda
Made with PhotoEditor.com

Tuesday, February 23, 2021

Penerbitan Surat Edaran Kapolri Soal UU ITE, Aparat Penegak Hukum Harus Dinamis Tidak Semua Ke Sel Tahanan


Soal Surat Edaran UU ITE, Aparat Penegak Hukum Harus Dinamis Tak Semua Berujung Sel Tahanan



MetroXpose.com, Jakarta - Banyaknya Kasus yang diungkap dari dunia nyata maupun media sosial, mengenai jerat Hukum dan pasal yang digunakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan surat telegram berisi pedoman penanganan kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), khususnya ujaran kebencian. Salah satu pedomannya terkait penanganan perkara.

Baca Juga | Pemerintah Umumkan Pengirangan Hari Cuti Bersama 2021

Surat telegram ini bernomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tertanggal 22 Februari 2021. Surat telegram ini ditujukan kepada seluruh kapolda.

Ada dua pedoman penanganan perkara dalam surat telegram tersebut. Salah satunya, seluruh kapolda yang wilayahnya menangani perkara tindak pidana kejahatan siber, khususnya ujaran kebencian, harus melaksanakan gelar perkara melalui virtual kepada Kabareskrim Polri.

“Agar melaksanakan gelar perkara melalui virtual meeting/Zoom kepada Kabareskrim up Dirtipidsiber dalam setiap tahap penyidikan dan penetapan tersangka TTK,” demikian bunyi telegram tersebut. Ejaan sudah disesuaikan.

Baca Juga | Pemihan Rektor UHO sesuai Ketentuan,  Diatur dalam Permen

Selain itu, Kapolri meminta agar tindak pidana pencemaran nama baik/fitnah/penghinaan tidak dilaksanakan penahanan dan diselesaikan dengan cara/mekanisme restorative justice.

Dalam pedoman ini juga dijelaskan perihal tindak pidana kejahatan siber khususnya ujaran kebencian yang dimaksud. Pertama, kasus pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice.

Terkait itu, Kapolri memberi arahan kepada jajarannya untuk mempedomani Pasal 27 ayat 3 UU ITE, Pasal 207 KUHP, Pasal 310 KUHP, dan Pasal 311 KUHP.

Ujaran kebencian kedua yaitu yang berpotensi memecah belah bangsa (disintegrasi dan intoleransi). Terkait ini, Kapolri membagi dua jenis tindak pidana yang dapat memecah belah bangsa.

Pertama adalah SARA, yang proses hukumnya berpedoman pada Pasal 28 Ayat 2 UU ITE; Pasal 156 KUHP; Pasal 156a KUHP; Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 2008. Kedua adalah penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran, yang aturan larangannya di Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1946.

Surat telegram ini ditandatangani Wakabareskrim Irjen Wahyu Hadiningrat atas nama Kapolri. Surat dibuat berdasarkan beberapa aturan, mulai UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Kemudian UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008, Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tanggal 8 Oktober 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian dan terakhir Surat Telegram Kapolri Nomor:ST/2716/IX/RES.2.5./2020 tanggal 21 September 2020 tentang Langkah Penegakan Hukum Kejahatan Siber, Hoax, Ujaran Kebencian, Black Campaign dalam Tahapan Masa Pilkada 2020. (Uli/MX)